Kisah Haru Mbah Paijo, Menjual Seruling Keliling Yogya dan Terkadang Tak Sepeserpun mendapat uang


Lelaki sepuh itu berjongkok di tepi jalan. Di bawah terik matahari yang membakar udara Yogyakarta. Dia hanya diam. Mata menatap tajam. Memandangi dua keranjang di depan, yang penuh dengan seruling dan mainan anak-anak dari bahan bambu.


Dialah Mbah Paijo. Tengah mengaso di tepi Jalan Kaliurang. Tubuh renta itu kelelahan. Setelah berjalan cukup jauh. Berkeliling Kota Yogya menjajakan seruling dan mainan bambu. Hawa pada Senin, 28 September 2015, itu memang panas. Terik matahari menikam ubun-ubun tanpa ampun.

Penasaran kisah selanjutnya? Berikut ulasan dari Finalis Dream Girls 2015, Terta Mayasari: 

Saya, yang saat itu tengah menuju Cebongan, merasa trenyuh. Saya teringat kakek dan nenek di rumah yang sumuran Mbah Paijo. Tanpa pikir panjang, lampu sein saya nyalakan. Setang motor langsung saya belokkan. Turunlah saya dari motor dan menghampiri Mbah Paijo.

Saya melihat-lihat dagangan Mbah Paijo. Sepertinya masih utuh. Belum banyak yang laku. Saya amati pula Mbah Paijo lekat-lekat. Rautnya sungguh terlihat lelah. Buliran-buliran keringat mengucur dari kulit yang sudah keriput. Baju batik cokelat pun terlihat kuyup oleh keringat.

Saya kemudian duduk di samping Mbah Paijo. Mengajaknya berbincang. “Biasanya sehari laku berapa Mbah?” tanyaku membuka percakapan. Mbah Paijo terdiam sejenak, lantas menjawab, “Tidak pasti Mba, kadang malah nggak laku sama sekali.”

Saya semakin trenyuh. Memang, di zaman modern ini permainan tradisional yang dijajakan Mbah Paijo tak lagi diminati. Anak-anak lebih memilih mainan buatan pabrik. Apalagi permainan online yang tersedia di dalam telepon pintar bisa diakses dengan gratis. Sungguh berat perjuangan Mbah Paijo. Tapi itu yang membuat saya semakin salut.

Percakapan itu terus mengalir. Dari sana, saya tahu Mbah Paijo sudah berumur 80 tahun. Beliau merupakan warga Gunung Kidul. Hampir saban hari berkeliling Kota Yogya, menjajakan seruling dan mainan bambu, agar dapur tetap mengepul.

Mbah Paijo sebenarnya punya empat anak. Namun mereka merantau ke Jakarta. Sehingga saat ini Mbah Paijo hanya tinggal bersama istri yang selalu setia menunggunya pulang.

Dari Gunung Kidul, Mbah Paijo selalu naik angkutan umum ke Kota Yogya. Setelah itu, berjalan menyusuri jalanan kota. Berharap ada anak-anak yang tertarik dan membeli seruling dan mainan bambunya. Mbah Paijo biasa berkeliling dan baru balik ke rumah beberapa hari kemudian. “Setiap saya tidur di masjid atau emperan toko,” kata Mbah Paijo.

Mendengar cerita Mbah Paijo, tak terasa air mata saya menetes. Rasanya sangat berat beban Mbah Paijo. Umurnya sudah renta. Sudah begitu harus berkeliling puluhan kilometer sambil memikul beban, dengan hasil tak menentu. Meski demikian, Mbah Paijo Tak menyerah. Dia lebih memilih berjuang daripada meminta-minta atau merepotkan orang lain.

“Manusia hanya bisa berusaha, tuhan yang menentukan. Berapapun hasilnya harus kita syukuri,” turur Mbah Paijo. Meski terkadang pulang tanpa membawa uang, Mbah Paijo mengaku selalu ikhlas. Yakin rezeki tak akan tertukar.

Subhanallah, betapa bahagianya jika kita memilki seorang ayah atau kakek yang amanah terhadap keluarga seperti Beliau, benar-benar pahlawan keluarga yang patut dicontoh. Semoga Allah selalu menjaganya, meridhai setiap langkah dan melancarkan rizkinya sebagai bentuk pengabdian terhadap keluarga dan Tuhan.

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Kisah Haru Mbah Paijo, Menjual Seruling Keliling Yogya dan Terkadang Tak Sepeserpun mendapat uang"

Posting Komentar