Menjadi polisi bukanlah mimpi terakhir dalam kehidupan Aiptu Rusmieadi. Meski sudah menyandang pangkat di pundak, angota Unit Reskrim Polres Klaten, Jawa Tengah, itu masih punya keinginan lain: mendirikan pesantren.
Mimpi itu mulai dirajut pada tahun 2001. Saat Rusmieadi kerap berkunjung ke Masjid Golo di Kecamatan Bayat. Pada saat itulah dia berkenalan dengan seorang guru yang mengajarkan tentang arti hidup.
“Saya waktu itu sedang dalam titik di mana hati saya bertanya, siapa sesungguhnya orang yang dianggap paling benar,” kata Rusmieadi sebagaimana dikutip Dream dari Fanspage Facebook Divisi Humas Mabes Polri, Jumat 26 Juni 2015.
“Kemudian dari seorang guru, saya diajarkan bahwa orang yang paling benar adalah orang yang merasa dirinya paling bersalah,” tambah dia.
Pertemuan dengan seorang guru tersebut seolah membuat Rusmieadi tersadar. Bahwa melakukan perbaikan harus dimulai dari diri sendiri. Bukan dari orang lain.
“Jangan sibuk mencari siapa yang paling benar, namun perbaiki diri kita dulu. Dari situlah saya mencoba membangun mental saya terlebih dahulu,” ujar Rusmieadi.
Kesadaran itu menyeret Rusmieadi pada keinginan untuk membangun sebuah pesantren. Sedikit demi sedikit gaji bulanan dia sisihkan. Dan akhirnya, pondok pesantren yang diidam-idamkan terwujud pada 2006.
Pondok pesantren milik pria 54 tahun itu terletak di Dusun Dukuh, Desa Dukuh, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Jalur menuju ponpes itu tidak mulus. Terjal berbatu, seperti kerasnya usaha mendirikan pesantren ini.
Pendirian pesantren itu dimulai setelah gempa Yogyakarta tahun 2006. Saat itu, Rusmieadi menjadi salah satu warga yang mendapat bantuan. Uang bantuan inilah yang digunakan Rusmieadi untuk memperbaiki rumah dan membangun pondok kecil.
Namun, usaha itu tidak mudah. Sebab, keluarga dan kerabat malah menjadi penentang utama keinginan itu. Rusmieadi sempat bertahan beberapa tahun. Tapi kemudian memutuskan memindah pesantren ke tengah sawah. Ke dekat petilasan Syekh Subakir, ulama terkemuka di Tanah Jawa tempo dulu.
Dari sebuah gubuk kecil yang dipergunakan untuk musala, Rusmieadi kemudian membangun pondok pesantren yang baru secara bertahap. Selain dari sebagian gaji bulanan, Rusmieadi juga mendapat sumbangan dari sejumlah kawan yang berempati atas perjuangannya. (Ism)
sumber : dream.co.id
0 Response to "Kisah Aiptu Rusmieadi Bangun Pesantren dari Gaji Polisi"
Posting Komentar